Review Buku : Bedebah Di Ujung Tanduk

Novel Bedebah Di Ujung Tanduk

Novel “Bedebah Di Ujung Tanduk” merupakan lanjutan sekuel dari buku karya Tere Liye sebelumnya dengan judul, “Negeri Para Bedebah”. Pada buku ini kita akan disuguhkan aksi dari penggabungan dua tokoh karakter dari buku yang berbeda dimana Thomas si konsultan keuangan tingkat tinggi dari buku “Negeri Para Bedebah dan Negeri Di Ujung Tanduk” dan Bujang atau dikenal dengan julukan “Si Babi Hutan” keluarga Shadow Economy dari buku “Pulang dan Pergi”.


Pengabungan kedua tokoh karakter pada buku ini menjadi daya tarik bagi penggila cerita aksi, khususnya mereka yang sudah membaca semua seri buku ini. Dan ini bukan pertama kali Thomas dan Bujang dipertemukan dalam satu buku, sebelumnya juga mereka pernah bertemu di buku "Pergi" walaupun sekilas – sekadar perkenalan. Hingga akhirnya konsultan keuangan tingkat tinggi dan keluarga penguasa Shadow Economy ini memiliki titik temu pada buku “Pulang Pergi” yang menjadikan mereka bukan sekadar kenalan biasa melainkan saudara tak sedarah dan terus melanjutkan kisahnya di “Bedebah Di Ujung Tanduk”.


Seri buku ini menjadi favorit bagi sebagian orang karena dianggap sang penulis sangat berani mengangakat topik isu yang bersinggungan langsung dengan dunia ini baik di dalam ataupun luar negeri, yang mana pada para pejabat korup hanya memperdulikan kekuasaan dan harta. Bagi mereka semua cara adalah halal asal mereka mendapatkan apa yang diinginkan. Mereka bertopeng laksana pahlawan baik hati tanpa dosa dengan dipertegas balutan seragam dan pangkat di pundak, seolah mereka memang pantas menjadi pahlawan di dunia ini, padahal dibalik topeng mereka merupakan bedebah sesungguhnya. 


Kisah “Bedebah Di Ujung Tanduk” dimulai dengan Thomas dan Bujang yang diserang secara brutal di ruang terbuka oleh kelompok tidak dikenal. Usut punya usut, Thomas si konsultan keuangan tingkat tinggi telah bekerjasama dengan keluarga Shadow Economy dari Amerika dalam menyelesaikan transaksi besar. Tanpa mereka sadari, lewat transaksi tersebut mereka telah berhasil membangunkan amarah musuh lama penguasa Shadow Economy dunia terdahulu. 


Buku ini dipenuhi oleh aksi-aksi keren Thomas dan Bujang dan permasalahan keduanya yang begitu pelik saling berkaitan satu sama lainnya, dari bab ke bab lainnya. Sehingga pembaca tanpa sadar akan terus membuka lembar demi lembar hingga tanpa sadar telah menyelesaikan satu buku ini. Ditambah kuatnya kekuatan musuh lama kelompok Shadow Economy tertua "Teratai Emas" memacu adrenalin pembaca dalam menyaksikan aksi laga buku ini.


Selain itu, pada buku ini pembaca tidak hanya terhibur dengan aksi Thomas dan Bujang, tetapi juga menyelipkan tingkah kocak, kisah romansa dan juga kaya akan pelajaran terkait kehidupan. Seperti tokoh Salonga yang merupakan guru menembak Bujang bisa membuat pembaca cengar-cengir dengan tingkah usilannya menggoda Bujang dan Maria, dan bisa juga membuat kagum pembaca dengan tingkah manisnya dalam menyenangkan hati orang lain, serta tak ketinggalan petuah bijaknya yang dapat pembaca jadikan caption foto di sosial media mereka.


Sama seperti buku sekuel sebelumnya, Tere Liye senantiasa menambahkan nilai pada karyanya lewat pengetahuan dan sudut pandang terkait dunia ekonomi dan politik. Bagi para pembaca, membaca sekuel novel ini seperti menghabiskan bab perkuliahan ekonomi dan politik. Namun, tidak bosan dan tentu lebih menarik serta mudah dipahami. Pada karya Bedebah Di Ujung Tanduk, Tere Liye juga menambahkan warna baru pada sekuel ini dengan pengetahuan sejarah dan budaya.


Selanjutnya, meskipun seri buku ini sangat menarik untuk dibaca pembaca, dibalik itu semua masih terselip sebuah kekurangan. Bedebah Di Ujung Tanduk yang menceritakan perlajanan Thomas dan Bujang yang berada di ujung tanduk, membuat novel ini terkesan sedikit monoton karena terlalu banyak aksi laga dari awal hingga akhir cerita.


Terlepas dari itu semua, novel ini sangat layak dibaca. Banyak pelajaran yang dapat pembaca ambil dari setiap tulisan yang tertuang pada buku ini. Mulai dari pengetahuan umum mengenai isu ekonomi, politik, sejarah, dan budaya, hingga pelajaran hidup sebagai seorang petarung sejati yang menghargai kesetiakawanan, prinsip-prinsip pengorbanan, tanggung jawab, nilai sebuah kejujuran, janji yang harus ditepati, dan masih banyak lagi. Bedebah Di Ujung Tanduk sangat direkomendasikan untuk dibaca.


Mengutip ulang Haiku yang ditulis oleh Matsua Basho yang terdapat pada buku ini, “Furuike ya/ Kawazu tobikomu/ Mizu no oto” artinya, “Kolam tua yang sunyi / Seekor katak melompat / Byur! Lantas sunyi kembali” kurang lebih begitulah kisah pilu dari jalan hidup tokoh Bujang selama ini. Kesunyian. Dan katak yang melompat adalah pengibaratan kejadian-kejadian yang sudah dia lewati. Satu-dua seolah seru. Satu-dua terlihat hebat. Tapi hidupannya tetaplah kolam yang sunyi. Tidak lebih, tidak kurang.



Baca Review Buku Lainnya


Post a Comment

Gunakan kata yang baik dan sopan dalam berkomentar ya

Lebih baru Lebih lama