Cerita Pendek : Aku Yang Tersakiti

Aku yang tersakiti

Cerita ini berawal dari suatu pertemanan yang telah terbina sekian lama. Dirinya tempat aku mencurahkan segala rasa kecuali rasa cinta. Sekian lama kurasakan tidak lengkap cerita hariku apabila tidak bercerita dengan dirinya. Dia selalu mendengarkan semua ceritaku serta memberikan solusi semua permasalahan yang aku hadapi, entah itu hanya berupa nasihat ataupun hanya berupa anggukan dan gelengan kepala.


Kisah cinta yang ku alami pun tak luput dari perhatiannya, terus terang aku merasa senang dengan semua perhatiannya kepadaku yang sudah kuanggap sebagai kakak sendiri. Tak terasa hari berganti bulan, bulan berganti tahun, pertemanan rasa saudara ini mulai menumbuhkan benih-benih cinta dihatiku. Kusimpan rapat-rapat rasa ini dengan harapan dia tidak mengetahuinya. 


Seiring berjalannya waktu dan karena kesibukan masing-masing, komunikasi antara kami hanya sebatas obrolan via whatsApp. Hingga suatu malam, dia menyampaikan perasaan sayangnya kepadaku yang disimpannya selama ini, sekaligus bercerita bahwa dia akan menikah dengan seseorang yang dijodohkan oleh kedua orang tuanya. Dua kabar yang saling bertentangan layaknya kutub utara dan kutub selatan. Kacau. Mengapa kabar itu datang bersamaan? Tidak bisakah kabar bahagia saja yang datang? Aku pun ingin menjalani kebahagiaan bersamanya.


Saat itu aku merasa dunia ini akan runtuh, semua harapan dan cita-cita yang kubangun dalam angan seketika menghilang bagai asap. Mulut ini tidak mampu berkata-kata. Lidah terasa kelu. Tanah tempat berpijak serasa berputar. Air mata mulai menetes di pipi ini.


Aku bertanya-tanya dalam hati mengapa aku merasa sesakit ini? Apa yang harus aku lakukan? Siapa yang patut disalahkan? Siapa yang tidak peka? Siapa yang? ……Aaahh begitu banyak pertanyaan bekecamuk di dalam dada. 


Siapa yang bisa menjawab pertanyaan-pertanyaan ini. Hingga malam pun berganti pagi, aku tidak jua memejamkan mata ini - memikirkanya.


Ternyata aku baru menyadari kalau aku sangat membutuhkan dirinya, aku menyayanginya, aku merindukannya dan aku mencintainya. Tapi apa gunanya rasa itu sekarang? …Dia akan membangun bahtera rumah tangga dengan pilihan orang tuanya.


Setelah merenung dan meredakan rasa sakit ini, aku mengambil sikap untuk menepi dan berusaha menjauh. Bukan karena aku benci, tapi karena aku takut menghadapi kenyataan ini. Aku takut untuk tambah kecewa dan takut untuk melihatnya bahagia dalam pelukan orang lain.


Sekarang tidak ada lagi obrolan manis diseberang telpon. Tidak ada lagi sapaan pagi yang ceria dan tidak ada lagi tempat untuk mencurahkan segala rasa. Kurasakan perpisahan yang paling menyakitkan adalah perpisahan yang tak berucap dan diam adalah pamit yang paling sakit.


by. Canelo

===========================



Post a Comment

Gunakan kata yang baik dan sopan dalam berkomentar ya

Lebih baru Lebih lama