Apa yang Lebih Mematikan daripada Stress?

 


Stress. Semua  orang pastinya sudah tidak asing lagi dengan kata yang satu ini. Kebanyakan dari kita pasti mengalaminya, baik itu pada kadar yang ringan atau bahkan berat. Pada dasarnya stress adalah bentuk reaksi tubuh manusia terhadap stimulus stressor yang bisa berasal dari faktor eksternal maupun internal. Penyebab terjadinya stress sangat beragam, seperti trauma, tekanan, perubahan besar pada hidup yang terjadi secara tiba-tiba, penyakit bawaan, dan lain-lain. Gejala yang diakibatkan stress juga sangat beragam, mulai dari gejala ringan hingga gejala berat yang dapat berisiko kematian. Gejala ringan stress dapat berupa kelelahan, cemas, sulit konsentrasi, dan pusing. Pada gejala berat, stres dapat mengancam keselamatan penderitanya. Gejala seperti  insomnia, depresi berat, peningkatan atau penurunan berat badan dapat memicu penyakit-penyakit mematikan seperti depresi berat, penyakit jantung, kanker, penurunan imun, dll. 

Namun, ternyata ada yang lebih berbahaya daripada stres.

Apa itu? Mari kita simak penjelasan di bawah ini.


Stress Meningkatkan Risiko Kematian 

Sebuah penelitian menemukan bahwa tingkat stres yang tinggi pada masyarakat secara signifikan berhubungan dengan tingginya risiko kematian. Hal ini berkaitan dengan fakta bahwa stres dapat memicu beberapa penyakit mematikan. Sebagai contoh, stres dapat menjadikan seseorang mengalami insomnia. Kesulitan untuk tidur akan akan mengakibatkan kelelahan, burnout, peningkatan detak jantung, dll. Begitu pula dengan akibat stres lainnya seperti gangguan kecemasan. Seseorang akan dilanda rasa gelisah dan ketakutan yang berlebihan terhadap hal yang tidak diketahui pasti apa penyebabnya. Kelelahan secara emosional yang seringkali dialami oleh penderita depresi berat terkadang membuat mereka mencari penyelesaian dengan cara-cara yang membahayakan diri sendiri seperti konsumsi alkohol, NAPZA, dan bunuh diri. 

Yang Lebih Mematikan dari Stress

Disamping fakta bahwa stres dapat meningkatkan risiko kematian, sebuah penelitian menemukan bahwa ada faktor lain yang menyebabkan risiko kematian lebih tinggi daripada stres.
Sebuah studi oleh Keller dkk. pada tahun 2012 menemukan bahwa tingginya tingkat stres berdampak buruk bagi kondisi kesehatan. Namun, fakta lain yang ditemukan dari penelitian ini cukup mengejutkan yaitu seseorang yang memiliki persepsi bahwa stres dapat berpengaruh buruk terhadap kondisi kesehatannya ternyata memiliki risiko kematian dini lebih tinggi. 

Mengejutkan bukan?
Selama ini, kebanyakan dari kita menganggap bahwa stres adalah musuh yang harus dihindari. Karena itu pula, kita kemudian menjadi anti terhadap stres disebabkan keyakinan bahwa stres akan memberikan banyak dampak buruk bagi kesehatan kita. Padahal, semakin kita meyakini bahwa stres berdampak buruk, semakin tinggi pula risiko kematian yang ada.

Gejala yang dialami tubuh ketika stres sangat bekaitan erat dengan peningkatan detak jantung. Memang tidak baik bagi kita untuk selalu berada pada kondisi tersebut secara terus-menerus. Akan tetapi, cara kita memandang stres dapat merubah keadaan. Pada umunya, ketika detak jantung meningkat, pembuluh darah akan  menyempit sehingga dapat berisiko terkena gangguan penyakit kardiovaskular. 



Namun, reaksi yang berbeda ditemukan pada orang yang tidak menganggap stres akan berakibat buruk pada kesehatannya. Dalam penelitian tersebut ditemukan bahwa ketika jantung mereka berdegub kencang, pembuluh darah mereka tetap rileks. Keadaan ini misip dengan kondisi jantung ketika merasa gembira dan berani, yang tentunya merupakan kondisi kardiovaskular yang jauh lebih sehat. 

Yang Perlu Dipahami Bersama tentang Stres

Hasil dari penelitian di atas menunjukkan bahwa kita harus merubah perspektif kita terhadap stres.
Hal utama yang harus kita fahami adalah stres merupakan gejala normal pada manusia. Stres berfungsi agar manusia pada merespon kejadian yang dialaminya dengan benar (lihat: fight and flight reponse).
Misalnya, peningkatan detak jantung yang terjadi ketika stres berfungsi agar tubuh dapat menerima asupan oksigen lebih banyak ke otak sehingga kita dapat berfikir lebih rasional. 

Kita juga harus memahami bahwa stres tak dapat kita hindari. Daripada berusaha untuk mengenyahkannya lebih baik kita melatih diri untuk menghadapinya. Merubah persektif bahwa stres adalah musuh merupakan cara yang tepat. Ketika tubuh mulai bereaksi terhadap stresor, tenangkanlah diri dan ingatlah bahwa ini merupakan reaksi tubuh untuk membantu kita menghadapi tantangan tersebut. Sikap berfikir positif ini akan menghindarkan kita dari risiko kematian dini yang diakibatkan oleh penyemputan pembuluh darah.


 How You Think about Stress Matters!

Ilmu pengetahuan telah memberikan perspektif baru kepada kita tentang stress. Hal ini seharusnya dapat membuat kita lebih mengapresiasi bentuk gejala yang pada dasarnya normal terjadi pada setiap orang. Stres enjadikan kita lebih berenergi. Stres membuat kita dapat lebih fokus. Stres membantu kita menyelesaikan masalah dengan lebih rasional. Maka ketika kita mengingat manfaat dan sisi positif dari stres tersebut, kita harus meyakinkan diri kita sendiri pasti bisa melalui segala bentuk tantangan di dalam hidup ini. Ingatlah pula bahwa kita tidaklah sendiri dalam menghadapinya.

    
  

Sumber:
1. https://www.ted.com/talks/kelly_mcgonigal_how_to_make_stress_your_friend/transcript
2. https://www.researchgate.net/publication/262192765_Stressful_social_relations_and_mortality_A_prospective_cohort_study
3. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/22201278/
4. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/21942377/
5. https://www.halodoc.com/kesehatan/stres   
6. https://www.everydayhealth.com/emotional-health/stress/illnesses-caused-stress/

Post a Comment

Gunakan kata yang baik dan sopan dalam berkomentar ya

Lebih baru Lebih lama